Bermodal nekat dan kerja keras, Kiki Gumelar tidak hanya berhasil mengembangkan Chocodot. Nama kota kelahirannya, Garut, pun ikut menggaung sampai ke Italia.
Bila kita menapakkan kaki di Kota Garut dan sekitar wilayah Jawa Barat, nama penganan Chocodot pasti sudah tidak asing lagi. Brand cokelat lokal kebanggaan Kota Garut ini memang terlihat mencolok di antara produk oleh-oleh lainnya.
Bukan hanya karena rasa lezat dan nama unik Chocodot—merupakan perpaduan kata “cokelat” dengan “dodol garut”, melainkan juga karena kemasan dan label yang sedap dipandang mata.
Sebut saja label lucu dari varian Cokelat Update seperti “Cokelat Sesuatu Banget”, “Cokelat Anti Galau” atau “Cokelat Kudeta Jiwa”. Ada juga “Cokelat Garut Geulis” yang dikemas menarik dengan besek berwarna-warni.
Adalah Kiki Gumelar, sang kreator muda yang berhasil mengolaborasikan unsur lokal dari Kota Garut dengan unsur kreativitas dan seni menjadi sebuah komoditi yang bernilai tinggi.
Pria kelahiran 17 November 1980 ini bahkan telah berhasil menggaungkan nama Chocodot pada International Niche Product Competition at Tutto Food di Milan, Italia.
Perjalanan Kiki dengan Chocodot boleh dibilang sebagai perpaduan perjuangan dan kenekatan. Semula ia adalah seorang karyawan level manajer yang telah mengabdi pada PT Nirwana Lestari di Yogyakarta (distributor cokelat terbesar di Asia Pasifik) dalam kurun waktu yang cukup lama.
Suatu saat ia berada pada titik jenuh. Ia pun memutuskan mulai berwiraswasta (pada tahun 2009). Visinya sederhana, ingin mandiri dan bisa menggaji orang lain.
Keputusannya inilah yang dinilai mantan Duta Boga PT Bogasari wilayah Yogyakarta sebagai kenekatan. Pasalnya ia kala itu tidak memiliki tabungan sama sekali. Tak ayal, kartu kredit (utang) sang ibu senilai Rp17 juta digunakannya sebagai modal awal.
“Saya optimistis Garut memiliki potensi yang besar dalam hal bisnis. Makanya saya rela keluar dari kantor. Saya yakin bahwa di sinilah saya akan menggantungkan hidup saya, di Chocodot,” papar Kiki.
Pilihan usaha Kiki jatuh pada bisnis kuliner. Selain karena hobi memasak, latar belakang pendidikannya di bidang pariwisata ternyata sangat menunjang dalam melahirkan konsep brand oleh-oleh dari Chocodot.
Sementara produk cokelat ia pilih karena lebih mudah diterima masyarakat segala segmen. Cokelat dengan isi dodol Garut menjadi produk pertama hasil racikan Kiki. Ini pula yang melatarbelakangi lahirnya brand Chocodot—Cokelat with Dodol Garut.
“Saat sedang memanaskan cokelat (di Yogyakarta), ibu saya datang membawa oleh-oleh dari Garut. Secara spontan saya masukkan dodol Garut tersebut ke dalam adonan cokelat. Ternyata hasilnya enak juga. Bagaimana kalau dijual ya?” tutur pria murah senyum ini.
Distribusi awal dilakukan Kiki secara manual dari toko ke toko. Ia menuturkan, dari 10 toko yang didatangi, hanya 4 yang bersedia menerima produknya. Kegigihan dan kesabarannya berbuah manis.
Seiring berjalannya waktu, dari empat toko jumlah demand terus bertambah hingga 10 kg per hari. Minat juga berdatangan dari banyak gerai dan toko lainnya di luar Garut. Padahal saat itu kegiatan produksi hanya dilakukan oleh Kiki dan ibunya di rumah.
Untuk mempermudah bisnisnya, ia pun membentuk badan usaha yang diberi nama “UD Tama Cokelat Indonesia”. Ia juga mulai merekrut karyawan di bagian produksi.
Meskipun inovasi cokelat dan dodol Garut menjadi kunci keberhasilannya, Kiki sadar betul ia tidak bisa hanya mengandalkan hal tersebut.
Ia pun terus mengeksplor rasa maupun added value lain berupa packaging menarik dari Chocodot untuk menyasar segmen yang lebih luas.
Seperti misalnya, varian Chocodot Cigarete yang berbentuk rokok serta Chocodot Dark Cokelat (isi biji kopi Papua) yang ditujukan untuk segmen pria dewasa, atau Chocodot Gage dengan kemasan khas berwarna-warni yang menyasar segmen perempuan.
Contoh kreasi Kiki lainnya adalah varian Chocodot Van Java dengan rasa rempah (jahe, cabe, kayu manis), Cokor (Chocodot Kurma), Chocodot Tjeu Mumu (cokelat dan gula asam dalam kendi Betawi), Chocodot Shio, dan sebagainya. Hingga saat ini, ia mengaku jumlah varian Chocodot mencapai angka ratusan.
Strategi lain yang dilakukan adalah menggaet artis dan tokoh masyarakat untuk menjadi partner bisnis, antara lain Deswita Maharani dan Dicky Chandra. Yang lebih menarik, khusus untuk Jakarta, ia memperkenalkan Chocodot lewat pameran “Garut Gemar Chocodot” lengkap dengan pemilihan ambassador dari semua umur.
Lebih luas lagi, Kiki gencar melakukan riset di seluruh Tanah Air untuk mencari kekayaan alam dan budaya daerah yang bisa dipadukan dengan Chocodot.
Alhasil brand Chocodot kini tidak hanya dikenal sebagai oleh-oleh khas Garut, melainkan sebagai oleh-oleh Indonesia di beberapa wilayah lain: Bandung Nyokelat, Cokelat Betawi Jakarta, Cokelat Khatulistiwa Pontianak, Cokelat Roso Jogyakarta, dan Cokelat Bali Cantik untuk Bali.
Semuanya tercermin dari pendekatan kemasan yang mengadopsi semangat kearifan lokal tiap-tiap daerah tersebut. Untuk memudahkan penetrasi pasar di luar Garut, ia menggandeng distributor lokal sebagai partner kerja samanya.
Di luar cokelat, Kiki juga melakukan ekspansi dalam bentuk brownies yang dilabelinya “Brodol” (brownies dodol), pastri, suvenir Chocodot, dan percetakan untuk kemasan Chocodot.
Dari pencapaiannya di tahun kelima, Kiki mengaku sangat bersyukur. Bukan hanya telah mengembalikan pinjaman kartu kredit sang ibu, ia bahkan sukses mencetak omzet miliaran per bulan.
Bisnis yang semula hanya ditangani oleh anggota keluarganya ini pun sudah punya 100 orang karyawan. Badan usaha miliknya juga telah berganti menjadi PT, dengan jabatan baru Kiki sebagai komisaris dan direktur.
Bahkan kegiatan distribusi Chocodot telah ditangani oleh PD Goah Gumelar yang masih berada di bawah naungan Kiki.
“Saya berupaya memberdayakan seluruh masyarakat Garut untuk produk Chocodot. Misalnya untuk dodol kami ambil dari UKM setempat, dan untuk paper bag kami ajak remaja desa membuatnya dari tali berbahan eceng gondok. Sudah mengarah ke socialpreneur lah,” papar Ayah satu putera ini.
Seolah tidak puas berinovasi, Kiki dengan semangat menuturkan rencana-rencana pengembangan Chocodot lainnya, yaitu pembangunan pabrik serta franchise butik Chocodot berupa Chocolatier dan Chocotique. Satu lagi yang tak kalah hebat adalah ambisi membuat museum cokelat seluas 2.400 meter persegi di kota kelahirannya, Garut.
sumber : Kiki Gumelar: Memilih Ciptakan Tantangan untuk Perubahan
Baca selengkapnya di --> Kiki Gumelar: Memilih Ciptakan Tantangan untuk Perubahan
Share Artikel ini! »»
|
|
Tweet |
0 comments:
Post a Comment