Tuesday, 24 June 2014













Di tengah lilitan utang yang menumpuk kala itu, hanya dengan
bermodalkan nama baik, Frans kembali mencoba menjalankan bisnis mebel
jati ini dari awal. Dengan semangat pantang menyerah, dalam kurun waktu
dua tahun, bisnisnya pun bisa kembali pulih.  






Kini dia dikenal sebagai salah satu sosok sukses dalam industri
mebel. Lewat perusahaan yang dia dirikan bernama PT Gading Dampar
Kencana, pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, ini mampu meraih omzet
puluhan miliar rupiah per tahun.






Kesuksesannya mengelola usaha hingga mampu menembus pasar ekspor
membuat Frans berhasil menyabet dua kali penghargaan Primaniyarta
sebagai eksportir terbaik pada tahun 2012 dan 2013.






Frans telah berkecimpung dalam bisnis ekspor mebel sejak tahun 1998
setelah dia menamatkan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya jurusan teknis industri. Ia fokus ekspor furnitur luar
ruangan dan mebel taman berbahan kayu jati.






Frans memilih sektor furnitur, karena menurutnya,  peluang mebel
masih cukup besar. Ia melihat  Indonesia sangat kaya akan kayu-kayu
berkualitas.






Awal terjun ke usaha ini, Frans hanya sebagai makelar untuk agen
eksportir furnitur rotan dan kayu jati di Cirebon. Tugasnya mencari
pesanan pada agen dan kemudian menjadi perantara untuk melanjutkan
pesanan produksi ke para perajin.






Mulai tahun 2001, Frans memilih mencari pembeli asing sendiri dengan
bermodal jaringan yang sudah dia rintis selama menjadi makelar mebel.
Dari situ kemudian berdiri PT Gading Dampar Kencana yang memproduksi
mebel dengan merek dagang Mega Furniture.






Untuk mengembangkan usahanya, pria kelahiran tahun 1975 ini
memanfaatkan internet dalam upaya menjaring pembeli dari luar negeri.
Selain membuat website, dia juga menggunakan banyak portal usaha,
seperti Alibaba dan Indonetwork, untuk mempromosikan produk.






Kini Frans telah mampu mengekspor furnitur ke 45 negara di tiga
benua, yaitu Benua Asia, Eropa, dan Amerika. Beberapa negara tujuan
ekspornya adalah Israel, Guatemala, Nigeria, Italia, Turki, Inggris,
Austria, dan lain-lain. Dia juga sukses berekspansi hingga ke Negeri
Tirai Bambu China, bahkan telah mendirikan tiga toko mebel di sana
bernama Teak123.






Saat ini, Frans bisa mengekspor sekitar 30 kontainer berisi meja,
kursi, lemari, dan lain-lain per bulan. Dari situ, ia bisa meraup omzet
sekitar 5 juta dollar AS atau setara dengan Rp 57 miliar (kurs 11.500
per dollar AS). Untuk produksi, Frans bekerjasama dengan 136 perajin dan
400 karyawan yang bekerja di empat pabriknya di Jepara.






Tak mudah bagi Frans meraih kesuksesan sebagai eksportir furnitur
berbahan baku kayu jati dengan omzet puluhan miliar per tahun. Ia sempat
mengalami kegagalan hingga titik terendah dalam karier sebagai
pengusaha di 2005.






Tapi kejadian, itu justru menjadi pelecut agar dia segera bangkit
dari keterpurukan. Dia pun sempat harus membantu mencari cara untuk
melunasi utang usaha sang ayah lantaran kejatuhan usaha konstruksinya.






Cara Frans untuk membantu ayahnya adalah dengan menjadi makelar
mebel, setelah lulus kuliah pada 1998. “Saat itu perusahaan ayah saya
diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena
terlilit utang besar di bank,” kenang Frans.






Memulai karier sebagai makelar mebel tidak terlalu sulit baginya.
Karena, Frans sudah memiliki pengalamannya magang di delapan perusahaan
saat masih mahasiswa, salah satunya perusahaan furnitur. Sebagai modal
awal usaha, ia menggadaikan mobil Honda Civic tahun 1989 miliknya
senilai Rp 25 juta.






Awalnya, Frans hanya makelar bagi agen eksportir furnitur rotan dan
kayu jati. Tugasnya, mencari order pada agen dan kemudian meneruskan
pesanan produksi pada perajin.






Namun, lantaran menjadi makelar cukup rumit, akhirnya mulai 2001 ia
memilih mencari pembeli asing sendiri dengan bermodal jaringan yang
sudah dirintisnya saat menjadi makelar.






Dengan bantuan teknologi  internet, ia mengelola banyak situs untuk
menawarkan jasanya menjual mebel rotan dan kayu jati. Bisnis yang
diawali dengan bekerjasama dengan dua karyawan, salah satunya dengan
teman satu SMA itu, berjalan mulus.






Sedikit demi sedikit usahanya terus berkembang, hingga dia berhasil
mengekspor berbagai furnitur berbahan rotan dan kayu jati sampai tiga
kontainer setiap bulan. Dari situ dia berhasil melunasi utang sisa
kebangkrutan usaha ayahnya.






Dengan modal yang dimiliki, tahun 2004 ia mulai berekspansi ke bisnis
properti dan jual-beli batubara. Namun malang tak bisa ditolak, bisnis
properti dan batubara yang dia jalankan merugi. Sementara itu, bisnis
mebelnya pun kandas setelah rekan kerjanya yang juga teman SMA dulu
membawa kabur uang perusahaan tanpa sisa.






Lagi-lagi Frans kembali menanggung utang besar dari bank. Seluruh
aset baik rumah dan mobilnya disita. Frans sampai harus rela menumpang
di rumah mertuanya. Setelah enam bulan dari peristiwa itu, Frans
memutuskan kembali bangkit.






Dia mulai kembali mendekati para perajin. “Saya dapat pinjaman Rp 11
miliar dari perajin yang dulu bekerja dengan saya,” papar Frans. 






Di tengah keterpurukan itu ia tetap berusaha bangkit.  Dengan bantuan
teknologi  internet, ia terus berusaha menjual produk furniturnya ke
seluruh dunia. "Saya rajin melakukan pemasaran dari internet dan
mengelola website, sehingga membuat saya seperti sekarang," katanya.






Semua upayanya itu tidak sia-sia. Sampai saat ini, ia sudah bisa
mengekspor furnitur jati ke 45 negara dan membuka tiga toko di Tiongkok.
Frans bilang, untuk saat ini tidak banyak kendala yang dia hadapi dalam
menjalankan bisnisnya.






Itu juga yang membuat dia makin gencar mengembangkan bisnis. Ke
depan, ia berencana untuk membuka dua toko lagi di China. Menurutnya,
pangsa pasar di Negeri Panda itu masih sangat besar jika dikelola dengan
baik.






Frans sendiri mengaku tidak tertarik merambah bisnis di sektor lain.
Ia tetap akan fokus mengembangkan bisnis furnitur yang sedang
dilakoninya. Apalagi dari pengalaman sebelumnya ia pernah gagal ketika
merambah bisnis properti dan batubara.






Untuk membesarkan bisnis furnitur, ia fokus memproduksi furnitur luar
ruangan, khususnya kayu jati. Frans sudah meninggalkan furnitur rotan
karena bahan bakunya semakin sulit didapatkan.






Frans mengaku, tidak menyiapkan strategi khusus untuk mengembangkan
usahanya yang bernaung di bawah PT Gading Dampar Kencana ini. Sebab,
menurutnya, regulasi yang dikeluarkan pemerintah bisa berubah kapan
saja. "Kalau regulasi berubah, strategi yang sudah disiapkan tidak akan
ada gunanya," ujarnya. (bn)




Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Wordpress | rfid blocking wallet sleeves


sumber : Kisah Sukses Frans Satrya, Bos Mebel Beromzet Miliaran Rupiah

Baca selengkapnya di --> Kisah Sukses Frans Satrya, Bos Mebel Beromzet Miliaran Rupiah



Share Artikel ini! »»

0 comments:

Post a Comment