Thursday 13 February 2014

Franchise atau waralaba sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia. Bisnis yang diwaralabakan sudah bermacam-macam jenisnya, dari rumah makan hingga jasa binatu/laundry. Waralaba memang memudahkan orang lain yang ingin memiliki bisnis sendiri, tetapi keahlian membuat sistem operasional, serta waktu untuk membangun merek sendiri praktis minim atau tidak ada. Waralaba memudahkan hal itu karena segala sesuatunya telah dipersiapkan oleh pemberi waralaba dan penerima waralaba hanya tinggal menjalankan saja.

Bagaimana cara memilih waralaba yang baik? Ada beberapa sisi yang bisa dilihat. Dari sisi kelayakan usaha, sisi hukum (bukan HKI), dan sisi HKI atau sisi lain yang mungkin mempengaruhi dalam mengambil keputusan. Saat mempertimbangkan akan bergabung ke dalam sebuah waralaba, biasanya kita akan diberikan prospektus serta semua hitungan finansial yang menunjukkan kinerja waralaba tersebut serta kemungkinan pendapatan dan profit yang didapat. Selain tentu saja royalti yang harus dibayarkan setiap periode tertentu.

Saya hanya akan fokus pada sisi hak kekayaan intelektual saja pada artikel ini. Saat Anda sedang mempertimbangkan sebuah waralaba, Anda akan diberikan setumpuk informasi. Dan informasi tersebut umumnya berfokus pada sisi keuangan saja. Padahal ada sisi lain yang juga penting namun kadang terlewatkan. Saya akan bahas 3 poin yang perlu dilihat dari sisi hak kekayaan intelektual:

1. Apakah pemilik waralaba telah memiliki merek yang terdaftar?

Waralaba merupakan bentuk lain dari lisensi. Ada beberapa perbedaan tetapi intinya adalah sama, mengizinkan pihak lain untuk menggunakan HKI yang dimiliki. Hanya mengizinkan untuk memakai, bukan memiliki HKI tersebut. Anda berhak untuk menanyakan apakah yang bersangkutan sudah memiliki merek terdaftar.

Ciri merek terdaftar adalah:

• Ada gambar Garuda Pancasila pada halaman depannya serta ada tulisan REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SERTIFIKAT MEREK.

• Jika tulisannya masih PERMINTAAN PENDAFTARAN MEREK, itu berarti mereknya belum terdaftar.

Jika Anda tidak yakin dengan sertifikat yang diberikan, Anda bisa memeriksa merek tersebut di website Ditjen HKI www.dgip.go.id (ada kemungkinan merek tersebut sudah terdaftar namun belum muncul di website karena belum diupdate) atau bertanya kepada Konsultan HKI terdaftar untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut atas merek tersebut dan meminta opini dari sisi HKI-nya.

Apabila pemilik waralaba belum memiliki merek terdaftar, sebaiknya jangan diterima tawarannya karena itu berarti merek yang akan Anda gunakan belum terlindungi. Merek yang belum terlindungi memiliki banyak potensi kerugian di masa datang dan hal ini tentu tidak bagus untuk prospek pewaralaba.

2. Jika telah memiliki merek yang terdaftar, apakah pendaftarannya sesuai dengan yang ditawarkan?

Jika telah memiliki sertifikat, perlu dicek lebih lanjut ke halaman dua sertifikat merek tersebut. Di bagian barang/jasa pada halaman dua sertifikat merek, akan tercantum barang/jasa apa yang didaftar untuk merek tersebut.

Apabila ditawarkan waralaba restoran, pastikan ia minimal memiliki merek terdaftar untuk restoran, bukan untuk jasa pendidikan.
Bagaimana jika pendaftarannya tidak sesuai? Jangan diterima tawarannya karena perlindungan merek berkaitan dengan barang/jasa, tidak berdiri sendiri.

3. Jika telah memiliki merek terdaftar dengan barang/jasa yang sesuai, apakah pemegang merek sama dengan pihak pemberi waralaba?

Setelah poin satu dan dua sesuai, yang perlu dilihat adalah apakah pemilik merek tersebut sama dengan pihak pemberi waralaba. Seharusnya pemilik merek dan pemberi waralaba/pihak pertama dalam perjanjian adalah pihak yang sama. Sebagai contoh pemilik merek terdaftar adalah Tuan A, pihak pemberi waralaba haruslah Tuan A juga. Tidak bisa PT B. Hal tersebut tidak dimungkinkan karena yang memiliki hak atas merek terdaftar tersebut adalah Tuan A, bukan PT B sehingga yang berhak memberikan waralaba atau lisensi adalah Tuan A.

4. Apakah ada hak kekayaan intelektual terdaftar lain yang dimiliki?

Anda bisa menanyakan apakah si pemberi waralaba memiliki hak kekayaan intelektual lain yang bisa mendukung usahanya tersebut dan apakah penerima waralaba juga mendapatkan izin untuk menggunakannya? Aset HKI lain mungkin sekali mendukung operasional bisnis sehingga didapat kinerja yang optimal dan efisien.

Sekian tulisan saya tentang waralaba dan HKI. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin mencari peluang bisnis baik sebagai pemberi maupun penerima waralaba.



Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | RFID | Amazon Affiliate


sumber : Media Bisnis Online Indonesia

Baca selengkapnya di --> Tips Memilih Franchise Dilihat dari Sisi HKI



Share Artikel ini! »»

0 comments:

Post a Comment