Lembaga kursus bahasa Inggris ini memang sudah lama ngetop di kalangan remaja. Usia yang sudah lebih dari setengah abad, seolah membuat LIA tak lekang dimakan waktu. Malahan, lembaga kursus ini semakin berkembang. Uniknya, LIA pun memiliki loyalitas pelanggan sampai lima generasi.
Kesuksesan LIA menjadi pemimpin di bisnis lembaga kursus bahasa Inggris memang melalui proses panjang. Secara historis, lembaga ini sudah berkiprah hampir 55 tahun, dengan jangkauan sampai 18 provinsi dan memiliki 70 cabang di seluruh Indonesia. Alhasil, keberadaannya sudah sangat dekat dan manfaatnya pun sudah dirasakan oleh banyak orang.
Finance, Cooperation & GA Director LPBB LIA Dipo Sukarno, mengatakan saat ini ada sekitar 70 ribu siswa dalam 3 bulan, atau sebanyak 280 ribu siswa setahun, yang ingin menimba ilmu di LIA agar mahir cas-cis-cus dalam bahasa Inggris. Persentase siswa tertinggi berasal dari kalangan remaja. Para siswa SMU menyumbang sekitar sekitar 60 %, sedangkan dari segmen anak-anak usia sekolah dasar hampir mencapai 30%.
“Sisanya berasal dari segmen umum. Target pasar dan segmen yang dibidik LIA adalah usia sekolah dan perguruan tinggi dari kelas menengah-atas. Kisaran biaya yang dikeluarkan para siswa rata-rata Rp900 ribu per tiga bulan, atau Rp3,6 juta per tahun,” kata Dipo.
Dominasi LIA di bisnis kursus bahasa Inggris di kalangan remaja, tidak terlepas dari peran para alumni. Pasalnya, banyak orangtua merekomendasikan anaknya untuk masuk LIA didasari pengalaman mereka pernah belajar di sana dan telah merasakan manfaatnya.
“Secara internal pernah dilakukan pengukuran tingkat loyalitas pelanggan melalui Family Tree Award dengan menelusuri beberapa alumni dan siswa. Ternyata ada keluarga siswa yang lintas generasi mulai dari kakek dan nenek ataupun orangtuanya belajar di LIA, bahkan sampai lima generasi,” jelas Toto Endroyono, Marketing Manager LPBB LIA.
Ditambahkan Yenni Vitaria, Corporate Secretary Yayasan LIA, bahwasanya LIA memberikan jaminan dan keyakinan kepada remaja, bahwa mereka akan belajar secara baik, kontinu, dan tidak instan, serta diarahkan pada tujuan yang benar dalam berbahasa Inggris. Diharapkan dampaknya dapat dinikmati para siswa dalam perjalanan hidupnya di masa mendatang.
“Faktanya, banyak alumnus LIA yang mampu masuk ke perguruan tinggi negeri bergengsi, termasuk bekerja di perusahaan-perusahaan bonafide dan sukses dalam berkarier. Cerita keberhasilan inilah yang menciptakan efek getok tular atau word of mouth, sehingga membuat popularitas LIA terus meningkat di pasar remaja,” beber Yenni.
Demi menjadi tempat kursus terbesar dan terpercaya seperti sekarang ini, LIA berusaha memberikan yang terbaik bagi seluruh peserta didik mereka. Konkretnya, LIA menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, baik itu tenaga pengajar maupun staf lainnya.
“Kami memiliki sekitar 1.200 karyawan yang punya kriteria dan standarisasi. Kemampuan setiap guru di LIA terus ditingkatkan melalui pelatihan dan sharing. Pada dasarnya kami menganut Common European Framework of Reference for Languages (CEFR), standarisasi pengajaran yang berafiliasi dengan negara-negara Eropa,” sebut Dipo.
Agar para remaja nyaman dan betah menempa ilmu di LIA, PR Manager Yayasan LIA Sukma Ginting mengatakan para guru LIA menyesuaikan karakter dan tren yang berkembang di kalangan siswa remaja ini. Uniknya, para siswa bisa menilai sendiri efektivitas pengajaran guru melalui kegiatan penyebaran teaching quality questionnaires (TQQ). “Kami memiliki moto yang menjadi teladan bagi para guru, yakni ‘FIESTA’ (fun & friendly, interactive, explorative, systematic, technology savvy, autonomous & independent),” terang dia.
Setiap guru di LIA dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendorong siswa agar terlibat secara aktif dalam proses belajar-mengajar dan bekerja sama. Kemudian, mereka juga harus mampu menerapkan teknik-teknik terbaru dalam pembelajaran dengan mengikuti perkembangan teori dan metode pembelajaran, serta sistematis dalam menyampaikan bahan pelajaran untuk memudahkan pembelajaran, termasuk pemakaian teknologi dalam proses belajar-mengajar.
Yang tak kalah penting, menerapkan teknik pengajaran ilmu pengetahuan bahasa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan bahasa terkini. “Hal inilah yang membuat siswa nyaman belajar di LIA. Khusus teknologi pengajaran, LIA sudah menerapkan sistem belajar dan mengajar secara digital dan online yang sistematis, bekerja sama dengan Oxford University Press,” imbuh Sukma.
Soal strategi promosi, LIA membagi menjadi dua kegiatan besar di ranah ATL dan BTL. Adapun kegiatan yang pernah dilakukan seperti program word the talk bekerja sama dengan kedutaan besar Amerika Serikat yang ditayangkan di salah satu televisi nasional. Kemudian, ada Indonesia Fantastic Squad (IFS), semacam perlombaan bagi pelajar SMU dengan hadiah beasiswa.
Sementara program yang saat ini masih berjalan adalah LIA Festival, yakni perlombaan yang melibatkan seluruh konsumen, termasuk para remaja. Kegiatan ini diinisiasi dan diselenggarakan oleh masing-masing cabang. Khusus tahun ini, LIA Festival akan dilakukan secara nasional. “Sebetulnya kekuatan LIA berada pada tenaga pengajarnya. Ini yang menjadi komunikasi pemasaran kami kepada para remaja,” ujar Toto mempertegas.
Dalam menjaga loyalitas anak didik, khususnya remaja, LIA mengadakan english tour ke luar negeri—seperti Singapura, yang sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Tujuan kegiatan ini adalah mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat. Para siswa yang belajar bahasa Inggris di LIA berkesempatan mempraktikkan ilmunya secara langsung di negara yang menggunakan bahasa Inggris.
“Dalam satu tahun LIA memberangkatkan sekitar 120 peserta dari LIA Pusat, dan kantor cabang juga kerap memberangkatkan para siswanya sendiri. Total dalam satu tahun, kami memberangkatkan sekitar 500 peserta. Tahun 2014 ini kami berencana melakukan homestay di Australia,” sebut Toto.
Moh. Agus Mahribi
sumber : LIA Dipercaya Secara Turun Temurun
Baca selengkapnya di --> LIA Dipercaya Secara Turun Temurun
Share Artikel ini! »»
|
|
Tweet |
0 comments:
Post a Comment